Jurus Reflasi 200 Triliun: Purbaya All Out, Ekonomi RI Siap Meledak atau Melempem?

Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tengah menyiapkan langkah besar yang berpotensi mengubah arah ekonomi Indonesia. Ia mengumumkan akan memindahkan dana jumbo Rp 200 triliun dari Bank Indonesia ke sistem perbankan nasional. Langkah ini, menurutnya, adalah cara tercepat untuk menghidupkan kembali mesin ekonomi yang selama bertahun-tahun berjalan pincang.
“Selama ini, hanya pemerintah yang bekerja. Sementara 90% ekonomi kita yang digerakkan swasta justru melambat,” ujar Purbaya dalam rapat bersama DPR, awal September lalu.
Dana segar ini diharapkan bisa menjadi bensin baru bagi sektor swasta untuk memperluas usaha, membuka lapangan kerja, serta menciptakan aset dan nilai tambah baru bagi Produk Domestik Bruto (PDB).
BI dan Menkeu Kompak Gaspol
Gubernur BI Perry Warjiyo menyambut langkah Menkeu dengan nada optimistis. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi memang masih di bawah kapasitas, sehingga butuh dorongan tambahan dari sisi fiskal maupun moneter.
“Kami menyambut baik kebijakan fiskal yang ekspansif. Pemindahan dana pemerintah ke perbankan akan memperkuat upaya bersama mendorong pertumbuhan,” kata Perry. Ia menegaskan BI juga sudah all out melalui pembelian SBN hingga Rp217 triliun dan menjaga likuiditas di pasar.
Kompaknya kebijakan fiskal dan moneter ini menandakan bahwa pemerintah dan bank sentral tengah seirama, sama-sama fokus mendorong pertumbuhan tanpa melupakan stabilitas.
Ekonom: Purbaya Sang “Menteri Reflasi”
Langkah Purbaya dinilai sejumlah ekonom sebagai upaya reflasi, yaitu strategi meningkatkan permintaan agregat dengan suntikan belanja besar-besaran.
Chief Economist Trimegah Sekuritas, Fakhrul Fulvian, bahkan menyebut Purbaya sebagai “Menteri Reflasi”. Menurutnya, selama ini kebijakan ekonomi Indonesia terlalu kaku menjaga stabilitas sehingga pertumbuhan berjalan setengah hati. Dampaknya, banyak rakyat tidak benar-benar merasakan hasil pertumbuhan.
Fakhrul menekankan bahwa penempatan dana Rp 200 triliun di bank hanyalah langkah awal. Pemerintah harus cepat merealisasikan belanja berkualitas, misalnya untuk program padat karya, pembangunan rumah, koperasi, hingga insentif bagi perusahaan yang merekrut pekerja baru. “Kalau rakyat langsung merasakan peningkatan daya beli, roda ekonomi akan berputar cepat,” ujarnya.
Ia juga menyinggung bahwa kebijakan reflasi bukan hal baru. Amerika Serikat sukses melakukannya di era Depresi 1930-an, sementara Jepang menerapkannya lewat Abenomics.
Saran untuk Menkeu Purbaya
Langkah Rp200 triliun ini memang berani, tetapi tantangan sebenarnya ada di eksekusi. Agar kebijakan reflasi benar-benar berhasil, ada beberapa catatan yang penting:
- Pastikan penyaluran dana tepat sasaran. Dana jangan hanya berhenti di bank, tetapi benar-benar mengalir ke sektor produktif yang menciptakan lapangan kerja.
- Perkuat komunikasi lintas lembaga. Koordinasi erat antara Kemenkeu, BI, dan kementerian teknis lain wajib dilakukan agar kebijakan fiskal dan moneter tidak saling bertabrakan.
- Fokus ke program cepat berdampak. Belanja untuk padat karya, koperasi, dan perumahan rakyat akan langsung menyentuh masyarakat bawah dan meningkatkan daya beli.
- Jangan terjebak euforia. Momentum reflasi harus diikuti disiplin anggaran jangka menengah agar tidak menimbulkan risiko inflasi liar atau utang yang membengkak.
Jika semua ini dijalankan dengan konsisten, jurus reflasi Rp 200 triliun Purbaya bisa menjadi titik balik besar bagi ekonomi Indonesia — dari sekadar “tumbuh” menjadi benar-benar “berputar” untuk rakyat.
