Ribuan Petani Akan Geruduk DPR: 24 Tuntutan Struktural atau Kepungan Politik?

Mulai 24 September mendatang, ribuan petani dari berbagai pelosok negeri akan memenuhi jalanan di depan Gedung DPR untuk menyuarakan tuntutan mendesak terkait problem agraria yang tak kunjung selesai. Mereka menggagas aksi ini sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan struktural yang selama ini membelit sektor pertanian.
Para petani menyoroti 24 masalah agraria yang telah mengakar secara sistemik dan menilai pemerintah belum menanganinya secara adil. Mereka juga merinci sembilan langkah perbaikan sebagai tuntutan konkret agar keadaan benar-benar berubah.
Melalui aksi ini, para petani tidak hanya ingin menunjukkan simbol perlawanan, tetapi juga ingin memberi tekanan nyata kepada para pembuat kebijakan. Mereka menuntut pemerintah segera memprioritaskan reforma agraria yang benar-benar memberdayakan, bukan hanya menjadikannya jargon. Mereka mendorong pemerintah dan lembaga legislatif untuk mengambil tindakan konkret, merevisi kebijakan, menata kembali regulasi, dan memulihkan hak-hak atas tanah yang masih diperdebatkan.
Hingga laporan terakhir, para penyelenggara aksi belum menyebutkan secara detail jumlah peserta, tetapi mereka sudah menggunakan istilah ribuan untuk menggambarkan besarnya massa yang diperkirakan hadir.
Para petani menegaskan bahwa persoalan utama yang mereka hadapi bukan hanya soal harga, subsidi, atau bantuan, tetapi juga soal struktur agraria: kepemilikan tanah, akses lahan, perlindungan dari konflik, serta maraknya perampasan lahan.
Sembilan langkah perbaikan yang mereka usulkan mencakup antara lain:
- Menuntaskan konflik agraria yang belum selesai.
- Memulihkan hak atas tanah yang telah dirampas atau dijadikan sengketa.
- Merancang regulasi yang lebih berpihak kepada petani kecil, termasuk dalam pembiayaan, akses pasar, dan teknologi pertanian.
- Menjalankan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan tanah dan pertanahan.
- Memperbaiki legalitas dan kepastian hukum atas lahan pertanian.
- Menyediakan layanan publik yang memadai di daerah pertanian (seperti irigasi, infrastruktur, penyuluhan).
- Memberikan perlindungan terhadap intimidasi atau kriminalisasi petani dalam sengketa tanah.
- Merumuskan kebijakan yang mendukung kedaulatan pangan, bukan hanya mendorong produksi massal atau ekspor.
- Menunjukkan komitmen nyata dari pemerintah dan DPR untuk mengimplementasikan reforma agraria secara menyeluruh.
Para petani berharap aksi di depan DPR dapat membuka dialog serius dengan aparat negara yang memiliki wewenang membuat kebijakan. Mereka menegaskan bahwa sudah terlalu lama menunggu perubahan: regulasi yang mereka nilai asimetris, kebijakan yang lebih menguntungkan korporasi dan investor, serta sengketa tanah yang tidak pernah benar-benar diselesaikan di pengadilan maupun melalui mekanisme administratif.
Di sisi lain, mereka menuntut pemerintah agar tidak hanya memberi respons verbal. Pemerintah diminta memperlihatkan tindakan konkret, seperti merevisi undang-undang, menyelidiki kasus hak tanah, dan membentuk mekanisme yang lebih adil serta partisipatif dalam perumusan kebijakan agraria.
Bagi para petani, aksi di depan DPR pada 24 September bukan sekadar unjuk rasa biasa, melainkan titik kritis. Jika setelah aksi itu tidak ada perubahan nyata, mereka bertekad memperkuat gerakan, merangkul lebih banyak petani dan organisasi pendukung, serta menggunakan berbagai cara agar aspirasi mereka benar-benar didengar.
