Politik

Silfester Matutina: 1,5 Tahun Vonis Tapi Tak Ditahan, Apakah Kejaksaan Sudah Menyerah pada Impunitas?

Kasus Silfester Matutina: Vonis di 2019 dan Status yang Tak Jelas

Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), resmi divonis 1 tahun 6 bulan penjara atas kasus pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. MA memutuskan vonis tersebut dengan putusan nomor 287 K/Pid/2019, yang inkrah dan memiliki kekuatan hukum tetap. Namun hingga kini, meski vonis telah final, Silfester belum menjalani masa tahanan.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut bahwa Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) adalah eksekutor yang seharusnya melakukan penahanan terhadap Silfester.

Namun publik terus mempertanyakan mengapa penahanan tak kunjung dilakukan. Salah satu alasan yang dikemukakan pihak kejaksaan adalah bahwa Silfester pernah mengajukan surat keterangan sakit. Anang Supriatna, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, menyebut bahwa pemanggilan sudah dilakukan berkali-kali, tapi Silfester tak pernah memenuhi panggilan.

Penjemputan Paksa dan Status Buron

Kejaksaan, melalui Anang, menegaskan bahwa apabila keberadaan Silfester telah diketahui, tindakan penjemputan paksa tetap dapat dilaksanakan, meskipun Silfester dalam kondisi sakit.

Hingga saat ini, menurut keterangan resmi, keberadaan Silfester masih belum diketahui secara pasti. Kejaksaan Agung mengklaim bahwa Silfester tetap berada di Indonesia.

Komentar Ahli Hukum

Azmi Syahputra, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, mengatakan periode PK (Peninjauan Kembali) bukanlah “pelindung” untuk menghindari eksekusi. Menurutnya, jaksa wajib melaksanakan putusan inkrah, dan apabila alasan-alasan seperti sakit digunakan terus-menerus untuk menunda, ini akan merusak kredibilitas penegakan hukum.

Ahli hukum lainnya, dikutip oleh Tempo, mengungkap bahwa belum dieksekusinya Silfester menunjukkan bahwa dalam praktik, negara hukum bisa tunduk kepada tekanan kelompok atau kepentingan tertentu.

Tuntutan Publik dan Reaksi Netizen

Publik tampaknya makin geram. Aksi demonstrasi dengan tagar seperti #TangkapSilfesterMatutina dan #CopotJaksaAgung muncul sebagai respons atas lambannya penanganan kasus ini. Ada tuntutan agar Jaksa Agung memberikan teguran keras kepada Kejari Jakarta Selatan yang dianggap lamban atau bahkan lalai dalam menjalankan tugasnya.

Di media sosial, netizen berkomentar keras. Beberapa menuduh Kejaksaan “pilih kasih” dalam mengeksekusi terpidana, tergantung siapa korban fitnahnya. Ada yang skeptis soal kondisi kesehatan Silfester dan meminta bukti medis yang transparan. Beberapa lainnya menyebut situasi ini sebagai contoh buruknya supremasi hukum di Indonesia — bahwa vonis tidak akan berarti apa-apa jika terpidana memiliki “jalur istimewa”.

Analisis & Catatan Kritis

  • Legalitas Vonis: Vonis terhadap Silfester sudah inkrah, artinya tidak ada lagi upaya banding atau kasasi yang bisa menggugurkannya. Secara hukum, tidak ada lagi halangan formal untuk penahanan.
  • Kewenangan Eksekusi: Kejari Jakarta Selatan adalah pihak yang berwenang melakukan eksekusi. Kejagung sebagai pusat hanya bisa memantau dan memberi arahan.
  • Kondisi Kesehatan: Istilah “sakit” sering dipakai oleh pihak terkait untuk menjelaskan ketidakhadiran Silfester. Namun tidak jelas jenis sakitnya, di rumah sakit mana, dan apakah memang menghalangi proses hukum secara sah. Tanpa transparansi, argumen ini rentan dicurigai sebagai upaya procrastination (penundaan).
  • Penegakan Hukum & Kepercayaan Publik: Jika vonis tidak dilaksanakan karena alasan administratif atau karena “tidak tahu keberadaannya”, ini memperburuk persepsi publik bahwa hukum tidak berlaku setara untuk semua pihak.

Silfester Matutina divonis bersalah atas kasus fitnah terhadap Jusuf Kalla dan vonisnya sudah inkrah sejak 2019, tetapi hingga saat ini belum ada langkah eksekusi penahanan yang konkrit. Alasan kondisi sakit dan belum diketahuinya keberadaan Silfester digunakan sebagai pembenaran, sementara publik menuntut tindakan tegas. Pakar hukum menegaskan bahwa vonis inkrah harus ditegakkan segera, tanpa penundaan yang berkepanjangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *