Mancanegara

Prabowo di Panggung PBB: Reposisi Indonesia dalam Orde Dunia Baru?

Presiden Indonesia Prabowo Subianto telah tiba di New York, Amerika Serikat, untuk menyampaikan pidato pada Sidang Majelis Umum PBB ke-80 (UNGA ke-80) yang dijadwalkan pada 23 September 2025. Kehadiran Prabowo ini mendapat perhatian besar, tidak hanya karena merupakan kesempatan diplomatik tinggi, tetapi juga karena menjadi momen penting reposisi peran global Indonesia.

Terkait pidato di PBB, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui.

Pertama, periode absen presiden ri di sidang umum PBB. Selama sekitar sepuluh tahun terakhir, tidak ada Presiden Republik Indonesia yang hadir langsung dalam Sidang Majelis Umum PBB. Tradisi atau praktik sebelumnya melibatkan delegasi, wakil presiden, atau pembicaraan secara virtual. Kehadiran Prabowo secara langsung menandai pergeseran dalam cara pemerintah melihat diplomasi internasional.

Kedua, waktu dan urutan pidato. Prabowo dijadwalkan berpidato pada urutan ketiga setelah Presiden Brasil dan Presiden Amerika Serikat, sebuah posisi yang dianggap istimewa secara diplomatis dan menunjukkan tingkat penghormatan terhadap Indonesia.

Ketiga, konteks global yang bergejolak. Dunia tengah menghadapi sejumlah krisis — konflik antarnegara, ketegangan geopolitik, pertumbuhan kelompok negara berkembang (middle powers), serta tuntutan untuk reformasi organisasi-organisasi multilateral seperti PBB. Dalam konteks ini, pidato PBB menjadi momen penting untuk menyuarakan posisi Indonesia dalam isu perdamaian, keadilan, hak asasi manusia, dan tanggapan terhadap standar ganda internasional.

Isu-Isu yang Kemungkinan Akan Diangkat

Berdasarkan pernyataan pejabat pemerintah dan pakar, beberapa topik yang hampir dipastikan akan muncul dalam pidato Prabowo, antara lain:

  1. Isu Palestina dan Gaza, sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan dan keadilan internasional.
  2. Reformasi Multilateral dan Arsitektur Global, terutama bagaimana negara-negara Global South mendapatkan peran lebih besar dalam pengambilan keputusan global.
  3. Visi Asta Cita, program pembangunan yang diusung Prabowo, kemungkinan akan dipromosikan sebagai bagian dari kontribusi Indonesia terhadap agenda global.
  4. Perdamaian, Hak Asasi Manusia, dan Budaya Non-intervensi, isu yang selalu relevan dalam forum PBB, terutama bagi negara-negara yang ingin menjaga kedaulatan dan prinsip diplomasi yang bebas aktif.

Beberapa pengamat dan pakar menyoroti aspek-aspek krusial dari pidato ini:

Menurut Kunto Adi Wibowo (Pakar Komunikasi Politik, Unpad) menyebut bahwa kehadiran Prabowo di PBB sebagai pidato langsung adalah momen kebanggaan, dan harus dibingkai sebagai kebanggaan bangsa. Namun, menurut beliau, apakah akan menjadi reposisi nyata tergantung substansi dan konsistensi kebijakan luar negeri Indonesia. Sedangkan Edwin M. B. Tambunan (Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional, UPH) berpendapat bahwa salah satu tujuan adalah memperkuat citra kepemimpinan Indonesia dalam isu global. Ia juga mengingatkan agar tidak hanya terfokus pada retorika, tetapi juga implementasi nyata.

Dino Patti Djalal (mantan Wakil Menteri Luar Negeri) memberikan masukan agar pidato Prabowo menghadirkan gagasan konkret mengenai “the next world order”. Menurutnya, Indonesia sekarang berada di posisi yang lebih menguntungkan untuk berbicara secara global karena negara-negara berkembang kini memiliki bobot lebih.

Ada juga Dave Laksono (Wakil Ketua Komisi I DPR RI) menyebut bahwa pidato ini adalah ajang penegasan peran global Indonesia, dengan diplomasi yang lebih proaktif, menjunjung prinsip non-intervensi, dan inklusi.

Analisis dan Implikasi

  1. Reposisi Peran Global Indonesia
    Apabila pidato Prabowo berhasil menyajikan konsep konkret dan visi yang diapresiasi dunia internasional, Indonesia bisa mendapatkan posisi tawar lebih kuat di forum-forum multilateral, dan pengaruh diplomasi akan meningkat. Namun, jika hanya bersifat simbolis tanpa langkah nyata, pidato bisa cepat dilupakan atau bahkan dipandang sebagai sekadar pertunjukan.
  2. Tantangan Konsistensi dan Kepercayaan Internasional
    Dunia melihat tidak hanya kata-kata, tetapi juga tindakan. Prabowo dan pemerintahnya harus konsisten dalam kebijakan luar negeri — di isu HAM, demokrasi, kerja sama internasional — agar kepercayaan meningkat. Kredibilitas akan diuji kalau ada klaim kuat tapi implementasi lemah.
  3. Efek Domestik
    Keberhasilan pidato ini bisa mendongkrak kebanggaan nasional dan dukungan domestik terhadap pemerintah, khususnya di kalangan mahasiswa dan milenial yang melihat Indonesia tampil di panggung global. Namun sebaliknya, jika pidato dianggap gagal atau hanya retoris tanpa kejelasan arah, bisa menjadi senjata kritik dari oposisi.
  4. Peran Simbolis dalam Diplomasi
    PBB selalu menjadi panggung simbolik. Urutan pidato ketiga setelah Brasil dan AS bukan hanya soal protokol, tapi juga simbol bahwa Indonesia dianggap sebagai pemain signifikan. Pengaruh simbolik ini bisa membuka peluang dialog bilateral, kerjasama strategis, dan penguatan diplomasi Indonesia di mata negara-negara lain.

Pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum PBB ke-80 merupakan momentum penting bagi Indonesia. Ini bisa menjadi titik balik dalam diplomasi Indonesia, reposisi dalam forum global, dan sarana untuk menyuarakan isu-isu besar yang mendesak seperti keadilan global, hak asasi manusia, reformasi multilateral, serta solidaritas terhadap isu kemanusiaan.

Namun agar momen ini bermakna lebih dari sekadar protokol, yang dibutuhkan adalah substansi yang kuat, konsistensi kebijakan luar negeri, dan tindak lanjut nyata yang sesuai dengan apa yang disampaikan di forum PBB. Ahli‐ahli politik sepakat bahwa pidato ini patut menjadi cerminan visi besar yang dijalankan bersama, bukan hanya saat momen besar tapi juga dalam langkah-langkah keseharian Indonesia di diplomasi internasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *