Gus Yahya: Haruskah Ketua Wali Amanat UI Turun dari Anjungan Karena Undang ‘Pro-Zionis’?

Gus Yahya: Haruskah Ketua Wali Amanat UI Turun dari Anjungan Karena Undang ‘Pro-Zionis’?
Universitas Indonesia (UI) kembali menjadi sorotan publik setelah Yahya Cholil Staquf, atau lebih dikenal sebagai Gus Yahya, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI sekaligus Ketua Umum PBNU, mendapat desakan agar dicopot dari jabatannya sebagai Wali Amanat UI.
Latar Belakang Kontroversi
Persoalan ini bermula dari undangan terhadap Peter Berkowitz, seorang akademikus yang disebut-sebut memiliki afiliasi dengan Zionisme, menjadi pembicara dalam acara Pengenalan Sistem Akademik Universitas (PSAU) UI pada tanggal 23 Agustus 2025. Kehadiran Berkowitz dianggap memicu kegelisahan di kalangan mahasiswa dan alumni UI karena dianggap bertentangan dengan semangat dukungan UI terhadap kemerdekaan Palestina.
Sebagai respons terhadap undangan tersebut, mahasiswa UI yang tergabung dalam komunitas “UI Student for Justice in Palestine (UI SJP)” melancarkan aksi protes dan menyebarkan petisi bertajuk “Dukung Pencopotan Yahya Cholil Staquf dari Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia”. Petisi itu dibuat sejak 12 September 2025 dan dalam beberapa hari telah ditandatangani oleh ribuan pihak.
Pernyataan dan Permintaan Maaf Gus Yahya
Menanggapi desakan tersebut, Gus Yahya akhirnya mengeluarkan surat terbuka yang memuat permohonan maaf kepada sivitas UI dan masyarakat luas. Ia mengakui bahwa ada kelalaian dalam proses pemilihan narasumber acara PSAU, terutama dalam memeriksa latar belakang Peter Berkowitz. Ia menyebut tindakannya telah mencederai marwah UI sebagai institusi yang konsisten mendukung kemerdekaan Palestina.
Selain itu, Gus Yahya berjanji akan memperbaiki mekanisme seleksi narasumber, dengan melibatkan berbagai pihak agar langkah UI ke depannya sejalan dengan nilai integritas dan reputasi kampus. Salah satu komitmen nyata yang ia sampaikan adalah dukungannya untuk pembentukan UI-Palestine Center, juga untuk berkontribusi aktif dalam pengembangannya.
Respons dan Argumen Pengkritik
Bagi pengkritik, permintaan maaf Gus Yahya dianggap belum memadai. Mereka menuntut tindakan tegas berupa pencopotan dari posisi Ketua MWA UI agar rasa keadilan dan kepercayaan publik dapat dipulihkan. Beberapa pihak menyebut bahwa rekam jejak gus Yahya dalam beberapa undangan yang melibatkan kontroversi serupa memperparah situasi.
Universitas Indonesia sendiri telah memberikan respons terhadap petisi tersebut, menyatakan bahwa mekanisme internal akan dikaji. UI menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam undangan narasumber yang memiliki latar belakang sensitif.
Komentar Aguk Irawan Mn dari Facebook
Dalam salah satu unggahan di Facebook, Aguk Irawan Mn memberikan komentar yang keras mengenai situasi ini. Ia mengatakan:
“Seorang kapten kapal yang telah mengakui salah arah, karena kesalahannya sendiri melihat kompas dan telah meminta maaf, maka demi menjaga kehormatan laut dan kredibilitas awak kapal, kapten itu seyogyanya bersedia turun dari anjungan. Mengakui kekeliruan adalah langkah berani dan mundur demi nakhoda baru membawa kapal menuju tujuan yang lebih baik adalah sikap seorang kesatria. #SaveUI”
Aguk Irawan Mn dalam konteks ini tampak sebagai individu pengguna Facebook yang ikut mengomentari isu publik, menyuarakan bahwa permintaan maaf tidaklah cukup jika kepercayaan telah terganggu – dan seharusnya ada tindakan nyata berupa mundur dari jabatan agar institusi terhindar dari kerusakan reputasi.
Pertanyaan yang kini mengemuka: Apakah Gus Yahya harus melepaskan posisinya sebagai Ketua MWA UI? Permintaan dan petisi publik jelas menunjukkan ada keinginan kuat agar kesalahan, apapun bentuknya, tidak hanya diakui tapi diikuti dengan konsekuensi yang dianggap setara dengan dampak yang timbul.
Sementara itu, bagi Gus Yahya dan pendukungnya, langkah ke depan termasuk perbaikan prosedur dan komitmen terhadap nilai-nilai UI serta dukungan terhadap Palestina dianggap sebagai upaya pemulihan. Namun, apakah itu cukup untuk meredam tuntutan agar ia mundur – itu masih menjadi perdebatan di kalangan publik.
